MK Buka Peluang Bagi Parpol Tanpa Kursi di DPRD untuk Mengusung Calon Kepala Daerah
MK Buka Peluang Bagi Parpol Tanpa Kursi di DPRD untuk Mengusung Calon Kepala Daerah
Jakarta, 20 Agustus 2024 – Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan keputusan penting yang berdampak signifikan pada dinamika politik lokal di Indonesia. Pada Selasa, 20 Agustus 2024, MK mengabulkan sebagian permohonan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait ambang batas pencalonan kepala daerah, dengan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan ini menegaskan bahwa partai politik tanpa kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kini dapat mengusung calon kepala daerah, asalkan mereka memenuhi ambang batas tertentu berdasarkan jumlah suara sah yang diperoleh dalam pemilu.
Ketua MK Suhartoyo yang memimpin sidang tersebut, menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada, yang sebelumnya membatasi partai politik tanpa kursi di DPRD untuk mengusung calon kepala daerah, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, partai politik yang telah memperoleh suara sah dalam pemilu, meskipun tidak memiliki kursi di DPRD, tetap memiliki hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon gubernur, bupati, atau walikota.
Rincian Ambang Batas Baru
MK menetapkan ambang batas yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon kepala daerah. Ambang batas ini didasarkan pada jumlah penduduk yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di setiap daerah:
Untuk Pemilihan Gubernur:
1. Di provinsi dengan DPT hingga 2 juta jiwa, partai politik harus memperoleh minimal 10% suara sah.
2. Di provinsi dengan DPT antara 2-6 juta jiwa, ambang batasnya adalah 8,5%.
3. Di provinsi dengan DPT antara 6-12 juta jiwa, ambang batas diturunkan menjadi 7,5%.
4. Di provinsi dengan DPT lebih dari 12 juta jiwa, partai politik harus memperoleh minimal 6,5% suara sah.
- Untuk Pemilihan Bupati dan Walikota:
1. Di kabupaten/kota dengan DPT hingga 250.000 jiwa, ambang batasnya adalah 10%.
2. Di kabupaten/kota dengan DPT antara 250.000-500.000 jiwa, diperlukan minimal 8,5% suara sah.
3. Di kabupaten/kota dengan DPT antara 500.000-1 juta jiwa, ambang batas adalah 7,5%.
4. Di kabupaten/kota dengan DPT lebih dari 1 juta jiwa, diperlukan minimal 6,5% suara sah.
Penegasan Hak Konstitusional Partai Politik
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa norma Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada adalah sebuah desain pengaturan ambang batas atau threshold untuk mengusulkan pasangan calon kepala daerah oleh partai politik peserta pemilu. MK menilai bahwa keberadaan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada yang membatasi partai tanpa kursi di DPRD bertentangan dengan prinsip demokrasi, yang seharusnya menjamin semua partai politik yang memiliki suara sah dapat mengusung calon.
Dalam putusan ini, MK juga mengkritisi ketidakadilan yang terjadi jika ambang batas untuk partai politik lebih tinggi dibandingkan dengan syarat bagi calon perseorangan. MK menegaskan bahwa ambang batas suara sah bagi partai politik harus diselaraskan dengan syarat dukungan untuk calon perseorangan, agar tercipta kesetaraan dalam proses pemilihan.
Pendapat Berbeda dari Hakim Konstitusi
Putusan ini juga diwarnai oleh adanya perbedaan pendapat di antara hakim MK.
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mengajukan pendapat berbeda (concurring opinion), yang menyarankan agar MK seharusnya memutus perkara ini dengan konstitusional bersyarat. Sementara itu, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion), di mana ia berpendapat bahwa norma yang diuji telah konstitusional dan permohonan para pemohon seharusnya ditolak.
Implikasi Keputusan MK
Keputusan MK ini membuka peluang besar bagi partai-partai baru atau kecil yang telah memperoleh suara sah dalam pemilu, namun tidak berhasil mendapatkan kursi di DPRD. Dengan adanya keputusan ini, partai-partai tersebut kini memiliki kesempatan untuk tetap aktif dalam proses pencalonan kepala daerah, yang diharapkan dapat memperkaya demokrasi lokal dan memberikan pilihan yang lebih beragam bagi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah.
Dengan demikian, putusan ini tidak hanya memperkuat hak-hak konstitusional partai politik, tetapi juga memastikan bahwa suara rakyat yang diwakili oleh partai-partai tersebut tetap dihormati dalam proses demokrasi di Indonesia.(Redaksi)
0 comments: