Mahfud MD: Putusan MA Tentang Syarat Batas Usia Calon Kepala Daerah Tidak Berlaku Lagi Usai Putusan MK
Mahfud MD: Putusan MA Tentang Syarat Batas Usia Calon Kepala Daerah Tidak Berlaku Lagi Usai Putusan MK
Jakarta, 21 Agustus 2024– Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menegaskan bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 yang mengubah syarat batas usia minimal calon kepala daerah menjadi 30 tahun pada saat dilantik, kini secara otomatis tidak berlaku lagi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024. Putusan MK tersebut diketok pada Selasa, 20 Agustus 2024, dan memiliki dampak langsung pada regulasi yang diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mahfud menjelaskan bahwa putusan MK memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi dan final dibandingkan dengan putusan MA, sehingga seluruh peraturan dan kebijakan yang terkait harus mengacu pada keputusan MK. Hal ini termasuk peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, yang sebelumnya telah disesuaikan dengan putusan MA terkait syarat usia calon kepala daerah.
“Peraturan KPU itu harus mengikuti undang-undang, dan dalam hal ini, undang-undang yang dimaksud adalah putusan MK. Putusan MA yang hanya memutuskan soal KPU, secara otomatis teranulir dengan adanya putusan MK ini,” ujar Mahfud dalam keterangannya di kantor MMD Initiative, Jakarta Pusat, pada Selasa (20/8/2024).
Dalam salinan putusan MK tersebut, Mahkamah menegaskan bahwa norma terkait batas usia calon kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada adalah jelas dan tidak perlu ditafsirkan ulang. Norma tersebut mengatur bahwa syarat usia minimal calon kepala daerah harus dipenuhi pada tahap pendaftaran dan penetapan calon, bukan saat pelantikan.
Norma Hukum yang Jelas dan Tegas
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa norma hukum terkait batas usia calon kepala daerah sudah sangat jelas dan tidak memerlukan interpretasi tambahan. Pertimbangan ini tertuang dalam poin 3.17 putusan MK, yang menyebutkan bahwa pertimbangan hukum dilakukan secara menyeluruh dengan pendekatan historis, sistematis, praktik yang telah berlangsung, dan perbandingan hukum.
“Norma yang ada dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 adalah norma yang sudah jelas, terang-benderang, dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain,” tegas MK dalam putusannya. Menambahkan pemaknaan baru terhadap norma ini, menurut MK, justru akan menciptakan anomali di antara norma-norma lainnya dalam lingkup persyaratan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Mahkamah juga mengingatkan bahwa menambahkan interpretasi baru terhadap norma tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan jaminan kepastian hukum yang diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
Implikasi Terhadap Proses Pemilihan Kepala Daerah
Putusan MK ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap proses pencalonan kepala daerah. Dengan putusan ini, KPU dan penyelenggara pemilu lainnya wajib memastikan bahwa seluruh persyaratan calon, termasuk batas usia, harus sudah dipenuhi pada saat pendaftaran dan sebelum penetapan calon kepala daerah. Hal ini memastikan bahwa tidak ada ketidakpastian hukum yang bisa timbul selama proses pemilu berlangsung.
Mahkamah juga menekankan bahwa semua tahapan dalam proses pemilihan kepala daerah, mulai dari pendaftaran, penelitian persyaratan, hingga penetapan calon, harus mengikuti aturan yang sudah jelas dan tidak bisa diubah dengan interpretasi yang berbeda.
“Semua syarat pasangan calon kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada harus dipastikan sudah terpenuhi sebelum penyelenggara pemilu menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah,” jelas Saldi Isra, salah satu hakim MK, saat membacakan pertimbangan putusan a quo.
Putusan ini juga menegaskan pentingnya kepastian hukum dalam proses pemilihan kepala daerah, di mana seluruh syarat harus dipenuhi pada tahap pencalonan, bukan pada tahap-tahap berikutnya seperti pelantikan. Dengan demikian, KPU dan badan penyelenggara pemilu lainnya diharapkan untuk segera menyesuaikan peraturan dan mekanisme yang ada sesuai dengan putusan MK ini.
Kontroversi dan Penegasan Hukum
Putusan ini muncul di tengah kontroversi terkait perubahan batas usia calon kepala daerah yang sebelumnya diputuskan oleh MA. Permohonan untuk mengembalikan tafsir syarat usia calon kepala daerah seperti semula diajukan oleh A. Fahrur Rozi dan Anthony Lee, yang merasa bahwa putusan MA bertentangan dengan kepastian hukum yang diatur oleh konstitusi.
Namun, MK akhirnya menolak permohonan tersebut, dengan pertimbangan bahwa norma yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 sudah memberikan kepastian hukum yang adil dan tidak memerlukan interpretasi tambahan. Putusan ini diharapkan dapat mengakhiri polemik terkait batas usia calon kepala daerah dan memastikan bahwa proses pemilihan kepala daerah di Indonesia berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang jelas dan adil.(Redaksi)
0 comments: